Cerita pendek JANGAN PANGGIL GUE “DESO”

-->"Mas Jaya”  Itulah panggilan gue. Kata orang sich, gue itu orang yang berdarah biru. Tapi, gue gak yakin kalo darah gue biru. Soalnya, di mana- mana, warna darah itu berwarna merah. Iya gak sich?.

Ortu gue orang kaya, tapi bagi gue, gue itu orang yang gak berpunya. Karena kan, itu harta mereka, dan gue gak mau bertumpu pada mereka. Gue pengen hidup mandiri, gue bisa kok hidup dengan usaha gue sendiri. Oke mas bro dan mba bro, kita mulai dengan lembaran kehidupan gue.
Gue berumur 19 tahun. Dan gue udah punya ijazah SMK, dan sejak tamat SMK, gue mulai hidup mandiri, gue ninggalin kota yang sumpek dengan kejahatan, dan gue bisa bernafas lega disini. Gue enggak ngelanjutin kuliah, bagi gue, gue bisa belajar banyak kok dari pekerjaan gue ini. “Gue seneng bisa jadi pemandu wisata disitus bersejarah ini” Tekad gue waktu itu.
Kata orang, gue tuh orangnya konyol, trus keras kepala, ya iyalah…. Di mana- mana, kepala itu keras, kalo lembek bukan kepala…. Iyah gak? Oh iyah, orang bilang sih, aku deso, biarin lah, dipanggil deso juga, yang penting muka gue gak deso. Dan asal tau aja yah, lebih baik deso daripada kampung, iyah gak? Atau sama aja? Sama- sama kamseupay? Ah, bodo amat, yang penting gue masih bisa hidup.
“Jaya, besok akan ada wisatawan luar negeri datang ke sini! Kamu siap- siap yah pergunakan bahasa Inggris kamu,” perintah bos, ngagetin lamunan gue.
“Sip bos!” ucap gue enteng.
            Bos pun pergi, dan… “Krining krining… krining krining”, suara handphone gue bunyi. Ternyata nyokap gue nelephone.
            “Sanjaya, apa kabar?” tanyanya.
            “Baik, Ayah dan Ibu bagaimana?”
 tanyaku,  eh, kok aku, gue kali, ah, apa aja deh yang penting oke…. Iya gak sih?
“What? Ayah? Ibu?” tanyanya.
“Iyah… Ini Ibu kan?” tanya gue bingung.
“Don’t called Ibu and Ayah…. Because, it’s Kamseupay, You know?” ucapnya.
“Ok, I’m understand….Mam” ucap gue.
(Pasti aja kayak gini, gak boleh panggil Ibu dan Bapak) Omel gue dalam hati.
“Eh, selama kamu di Desa, gak ada yang usil sama kamu?” ucap Ibu, eh Mamih.
“Enggak kok…. Mih,” ucap gue.
“Kalo ada yang usil sama kamu, ngomong aja sama Mamih, waktu muda dulu, Mamih jago Taekwondo lho, makanya, kalo kamu ada yang ngejahilin…. Hmm, berurusan sama Mamih,” ucapnya.
(Jago Taekwondo? Waktu muda? Yah sih, waktu muda! Tapi sekarang? Liat tikus aja takutnya…. Selangit) Ucapku dalam hati.
“Apa kamu bilang?” tanya Mamih.
“Apa Mih?” tanyaku kebingungan.
“Tadi kamu ngeremehin Mamih yah…. Tadi kamu bilang, Mamih hanya bisa taekwondo waktu muda dulu, sekarang Mamih penakut, liat tikus aja takut! Itu kan katamu tadi?”
ucapnya.
(Hah? Jadi Mamih tahu, apa yang kata hatiku bilang…. AMAZING…. Mungkin, karena ada ikatan batin kali yah) Ucapku.
“Euh…. Nggak kok Mih, Mamih itu hebat luar biasa,” ucapku.
“Oh iya, kata Mamih tadi, kalo ada yang macem- macem sama kamu…. Bilang Mamih yah!” ucapnya.
“Tapi Mih, aku itu kan udah dewasa, bukan anak kecil lagi, terus aku kan cowok, pasti bisa ngejaga diri” ucap gue.
“Ya sudahlah kalo kayak gitu, Mamih transfer uang buat kamu bekal, pasti dompet kamu udah tipis donk?” tanya Mamih.
(Mamih tau aja, kalo dompetku udah tipis)
“Hmm…. Mih, memang dompet aku udah tipis, tapi lebih baik kalo Mamih nggak transfer uangnya, aku pengen hidup mandiri Mih!” ucap gue.
“Iyah, tapi kalo kamu kepepet terus ngutang sana- sini, gimana? Rempong Nak!” ucap Mamih
“Aku memang sering kepepet Mih, tapi nggak sampe ngutang kok Mih!. Aku lebih baik nggak makan, daripada ngutang,” ucap gue.
“Kalo kamu nggak makan, nanti kamu kurus, trus, kalo kamu kurus, ntar kamu nggak laku donk,” ucap Mamih.
“Apa Mih? Nggak laku? Emangnya aku jadi pajangan, trus dijual, gituh? Udah deh Mih, sekarang Mamih urusin aja urusan Mamih. Jangan pikirin aku. Dan aku pasti akan pulang membawa kesuksesan, Percaya deh Mih!” ucap gue.
“Tapi,” ucapnya.
“Oh iya Mih, satu hal lagi, uang yang akan Mamih transfer, ambil aja buat Mamih, lumayan buat beli kosmetik yang mahal, supaya Mamih keliatan Cantik setiap hari, sepanjang masa…. Ok Mih? Bye!” ucap gue sambil menutup telephone dari Mamih.
Setelah selesai ngobrol sama Mamih melalui telephone, tiba- tiba pak Bos datang.
“Kamu terlihat pusing bin bingung Jay,” ucap Bos
“Banget Pak,” ucap gue sambil duduk dibawah pohon yang rindang.
“Kenapa? Cerita donk sama Bapak!” pintanya.
“Susah Pak!” kata gue.
“Susah apanya? Cerita aja sama Bapak!” katanya.
“Jadi gini pak, eh bos…. Ibu aku yang ada di Jakarta, masih manja- manjain aku. Padahal kan, aku tuh udah dewasa. Masih.... aja dimanjain kayak anak kecil,” keluh gue.
Tetapi, mendengar penjelasanku yang sedikit panjang lebar itu, si Bos malah ketawa.
“Kok Bos malah ketawa sich?” tanya gue kebingungan.
“Yah bagus donk, berarti ibu kamu masih peduli sama kamu,” ujarnya sambil sedikit ketawa.
“Yah, enggak kayak gitu juga kali,” ucap gue.
“Anak semata wayang?” tanyanya.
“Yo’I bos, tapi gue bingung dan musti nurutin semua keinginan nyokap gue. Gue dimanjain kayak cewek. Sekalian aja, gue di daftarin jadi MISS UNIVERSE,” omel gue.
Setelah aku, eh GUE, berwara- wiri sama si Bos. Si Bos malah ketawa. Mungkin, gara- gara aku ngomong “Miss Universe”. Hahaha, jujur aja, aku juga pengen ketawa. Tapi, dalam hati aja yah. Kata si Bos juga, aku agak konyol. Tapi, biarlah, yang penting asyik…. Iya gak sich?
Keesokan harinya, matahari belum nongol, ayam belum berkokok, alarm pun belum berbunyi, tapi gue udah bangun dan berpakaian rapi, layaknya orang yang mau nikah. Eits, tapi tunggu dulu, kan gue mau mandu wisatawan bule, jadi gue musti rapi, bersih, dan mengkilat. Hahaha, dikira gue ini piring kali. Yah…. Walaupun ini bukan kali pertamanya gue mandu wisata bule, tapi, yah…. Semoga aja ada bule cantik. Iya gak sich? Hehe, namanya juga usaha, Iya gak?
Setelah gue udah dandan rapi, dan sarapan dengan perut kenyang, gue langsung keluar dari kontrakan gue.
Setiba di Candi Cangkuang, tempat gue kerja, tiba- tiba….
“Rapi amat dandananmu hari ini, kalo liat kamu rapi amat kayak gini, kamu mirip Raffi Ahmad dech, yang artis itu lho!” ucap Bos.
“Bos bisa aja!” ucap gue sambil tersipu malu.
“Eh, bisa- bisa kamu menang di “Miss Universe”!” ucap Bos sambil tertawa.
“Bos, sekalian aja, “Miss Indonesia”, terus “Miss Cangkuang”, sekalian “Miss Rempong”,” ucap gue.
“Muka mu kok kusut sich? Jangan gitu donk, nanti bedakmu luntur” Ucap Bos.
“Bos menghina yah? Aku jarang pake bedak! Nanti cucok donk! Ogah ah…. Ngelanggar takdir donk, kalo aku kayak gitu” Ucap gue.
“Ya udah lah! Tuh liat, ada bule! Kerja dulu sana, ada bule cantik tuh!” suruh pak Bos.
Aku, eh gue pun menghampiri si bule. Yah…. ternyata, bukan bule cakep, umurnya juga, keliatannya antara 30 tahunan lah. Tapi, pelanggan adalah raja. Jadi, harus tetap ngelayani donk.
“Hi Miss” ucap gue
“Hello, what is your name?”
Tanyanya. SKSD (So Kenal,So Dekat) juga nih bule. Tapi, bagus lah, ramah…. Hehe
“Mm.. My name is Sanjaya Wijaya, but, call me is Jaya, and you?” tanyaku
“Oh, my name is Christy Agustin. I live in Washington DC. You?” tanyanya.
“I live in Jakarta, You know Jakarta?” tanyaku
“Yes, I know, Monas?” tanyanya.
“Very Good!” puji gue
Can you explain the historic sites here?” tanyanya
“Sure. because, I was a tour guide here!” ucap gue.
Akhirnya, setelah berbincang- bincang dengan si Bule tadi, saatnya untuk menjelaskan pada si Bule tadi, tentang Candi Cangkuang ini.
Setelah gue menjelaskan pada si bule, tiba- tiba….
“You masih school?” tanyanya.
(Hah, bule ini bisa ngomong bahasa Indonesia? Kenapa nggak dari tadi sih? Gue jadi bingung tahu!) hati gue bertanya- tanya.
“Tidak, saya sudah keluar! Eh, Miss bisa speaking Indonesian?” Tanya gue.
“Bisa, coz, I’m udah pernah kuliah di jurusan bahasa Indonesia. And tadi, aku hanya ngetest you saja” Ucap dia sambil tersenyum.
“Kamu mau nggak, kuliah di Amerika Serikat?” tawarnya.
“Kalau kuliah sih mau, tapi, aku nyari biaya dulu, dan aku kerja dulu di sini!” ucap gue.
“Kamu dapet beasiswa!” ucapnya sontak.
Awalnya, gue gak percaya, tapi…
“You gak percaya? Ini kartu nama saya,” ucapnya meyakinkan.
Dia pun mengeluarkan kartu namanya, dan ternyata, bule itu adalah guru besar di USA. Dan dia langsung memberikan cek dan sejumlah uang tunai buat aku. Yah… ini beasiswanya, katanya.
“Sanjaya, oh…. I’m sorry, maksud aku, Jaya, kamu mau gak, kuliah di salahsatu Universitas di USA sana? Dan, aku juga disana berperan jadi Dosen jurusan Sastra. So, kamu bisa jadi murid saya,” tawarnya lagi.
“Penawaran yang bagus sekali. Tapi, sebetulnya, saya juga mau kuliah di sana, tapi, saya harus berpamitan terlebih dahulu kepada Bos Saya, My Parents, orang- orang yang aku cintai, dan candi yang selama ini aku bangga- banggakan. Sedangkan untuk berpamitan, membutuhkan waktu. Dan mungkin waktu anda untuk tinggal di Indonesia hanya sedikit” jelas gue.
“Siapa bilang waktu saya di Indonesia sedikit? I have a long time…. Dan, jika kamu mau pulang ke Jakarta, don’t forget, ajak saya…. Ok? Biar saya bisa melihat Monas!” ucapnya.
Keesokan harinya….
“Bos, aku akan pergi tuk mencari ilmu di Amrik. Dan, asal bos tau, selama aku hidup di sini, bos adalah orang yang selalu ada buat aku, bos menganggapku seperti anak sendiri, dan aku juga menganggap bos menjadi ayah angkatku sendiri. Terima kasih bos, selama ini…. Hidupku telah berwarna berkat kau,” ucapku
“Apa- apaan kau ini, jangan seperti di sinetron lah…. Jangan nangis lah, kalau kau nangis, aku juga ,pengen nangis aja…. Eh tapi, laki- laki itu harus macho. Jika kamu masih mewek aja, ntar aku daftarin ke “Miss Universe”. Mau?” tanya Bos sambil sedikit ketawa.
Suasana yang tadinya tegang menjadi humoris dan menyenangkan. Memberikan kenangan hangat yang tersisa. Dan jika aku meninggalkan bos dan lingkungan Candi Cangkuang, terasa kedamaian yang terasa. Dan, tidak terasa berat untuk meninggalkan semuanya.
“Nak, sebelum kamu meninggalkan bapak dan orang- orang yang kamu cintai, bapak mempunyai kenang- kenangan untukmu,”
 ucap Bos sambil memberikan sesuatu seperti gelang.
“Makasih pak!” ucapku sambil mengelap air mata yang jatuh dipipi ini.
Season berpelukan antara gue sama pak Bos.
Setelah berpamitan, aku langsung bermaksud pergi ke Jakarta untuk berpamitan ke keluarga aku, terutama Mamih dan Papih aku.
“Mih, sekarang aku dapet beasiswa dari dosen aku ini. Aku bisa berkuliah di Amrik Mih,” ucapku bangga
“Ya sudah Mih, sekarang Mamih jangan panggil aku Deso yah…. Soalnya aku bisa ngebuktiin bahwa aku bisa,” ucapku
Dan akhirnya, aku go to rumahku yang baru di Amerika. Bisa ketemu pak Obama, dan mengenyam pendidikan di sana. Budaya dan tradisi yang aku pelajari waktu di Cangkuang, masih melekat kuat di dalam darah dagingku sendiri. Dan tradisi serta budaya Negeri tercinta ini, akan selalu mengalir didarah ini.
Terima kasih atas budaya yang kau berikan, pak Bos…
I’m coming America!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
KRONOLOGI Tukang NgeCat © 2012 | Designed by Meingames and Bubble shooter