Karya : Deni N (BYAN) dan Chacha
(RESTY G.A)
Suatu hari sahabatku Dinda divonis
sakit oleh dokter. Memang bagi kami tak begitu kaget ketika mengetahui bahwa
dia telah divonis karena sebelumnya dia memang sering sakit. Dinda adalah anak
yang aktif, cantik,dan cerdas hanya saja bagi kaum adam Dinda itu banyak yang
menilainya jelek. Mereka salah besar. Dibelakang layar mereka mencemoohkannya
padahal setiap hari mereka sering
meminta bantuan kepadanya baik pelajaran, pikiran, atau menyuruh membuat
tugas. Dinda terkadang hanya diam saja memendam rasa sakit hatinya itu.
Masalah hati ? sebenarnya kawanku
ini sudah mempunyai kekasih. Namun, kekasihnya itu berada jauh darinya. Mereka
berpacaran hanya bertahan beberapa bulan saja. Tak lama kemudian ,hubungan
mereka retak. Apalagi semenjak kekasihnya itu mengetahui bahwa ia mengidap
penyakit kanker. Hatinya semakin sakit
ketika mantan kekasihnya itu menjelek-jelekkan tentang keadaannya kepada
orang lain. Hal itu tentu membuat Dinda semakin marah sehingga ia menyiksa
dirinya. Yang pasti bukan karena putus cinta dia menyiksa dirinya senidiri.
Suatu hal yang membuatnya seperti itu adalah emosi terhadap prilaku Candra
(mantan kekasihnya) yang menjelek-jelekkan keadaannya pada orang lain. Bahkan
yang diharapkan Dinda ketika masih menjalin hubungan, ia berharap kekasihnya itu mengerti dengan
keadaannya. Ahhh.. ternyata itu sia-sia belaka. Air susu dibalas dengan air
tuba.
Dinda semakin tersiksa disekolah,
penyakitnya itu membuat dirinya menjadi sedikit pasif. Tak jarang ia mengeluh
kesakitan, walaupun dia tahu bahwa ia dilarang mengeluh. Sangat jarang juga aku
memperdulikannya. Karena Dindalah yang memintaku untuk tidak mencampuri masalah
batin dan rasa sakitnya itu.
Keceriannya itu muncul tatkala ia
mendapatkan pesan dari sahabat-sahabatnya yang berada diluar kota. Aku
menolehkan pandanganku kepadanya sambil sedikit tersenyum. Tanda senyumku
adalah menandakan bahwa aku bahagia bisa melihatnya tersenyum. Bahkan Dinda
termasuk slah satu siswa yang misterius. Dia aktif dan mudah bersosialisaasi.
Namun, untuk masalah kegiatan/pribadinya ia lebih sering merenung sendiri
sambil menangis. Sering juga ia lari ke kelas lain menghampiri sahabat sejak
SMP. Dinda juga lebih senang dengan dunia
dalam kegiatan favoritnya. Aku juga jarang mengerti dengan ucapan-ucapan yang ia lontarkan ketika
membalas sebuah pesan. Akan tetapi, walau begitu ia tetap sahabat terbaikku.
Tak jarang juga aku ketika mempunyai masalah pasti lari menghampirinya.
Setiap hari setiap waktu begitulah
kesehariannya. Aku juga sudah terbiasa dengan sikapnya. Sikap Dinda sudah
bersatu dengan batinku. Sedikit demi sedikit aku mulai memahami maksud dari
segala perkataan dan tindakannya.
Kini dia lebih sering curhat
kepadaku termasuk masalah CINTA. Pernah ia berverita kepadaku bahwa dia
mencintai seseorang yg telah lama ia pendan selama 3 tahun berada di SMP dalam
satu kelas. Namun, lelaki yang dimaksudnya itu tidak mengetahuinya. Panggil
saja Ibal. Lelaki yg biasa dipanggil Ikbal ini adalah lelaki yang disukai oleh
Dinda sejak SMP hingga sekarang Dinda berada dijenjang SMA. Ternyata Ikbal yg dia maksud adalah Ikbal sahabat kecilku
yang lama tak bertemu karena aku saat SMP bersekolah di Karawang. Sambil
melepas rindu pada sahabat kecilku itu, aku juga sempat mengajak Ikbal untuk
kukenalkan kepada Dinda yang sebenarnya mereka pun sedikit akrab juga sih.
Sayangnya Ikbal tak bereaksi apa pun dan dia semakin jutek.
Hari
pertama, kedua sampai hari keempat, Ikbal memberikan respon yang sama. Jutek,
itulah respon yg Ikbal berikan. Aku pun kesal juga dengan prilakunya itu.
Alhasil, setelah satu minggu Ikbal mengenal Dinda mereka pun semakin lebih
akrab. Perkenalan pun dimulai. Mereka menceritakan masa-masa selama
berorganisasi di SMP dulu. Memang saat SMP Ikbal dan Dinda satu kelas namun mreka berdua berbeda
kegiatan Ekstrakulikuler. Semakin lama mereka semakin akrab hingga suatu hari
Dinda menyatakn perasaannya. Dinda mengucapkan rasa sukanya itu tanpa ia sadar
bahwa Ikbal akan kaget mendengarnya.. Ikbal dengan cepat menjawab pernyatan Dinda, “maaf aku tidak bisa
menerima cintamu. Aku sudha punya pacar”, ucap Ikbal sambil membelakangi Dinda.
“Oh,
ya sudah biarkan saja aku menjadi yang kedua”, jawab Dinda polos.
“Aku
tidak mau mendua, perjuanganku untuk mendapatkan cintanya begitu lama dan
susah. Aku harus menunggu dia selama berbulan-bulan. Sekalai lagi aku minta
maaf”, pertegas Ikbal kepada Dinda.
Dinda
menundukkan kepalanya dan pergi tanpa pamit meninggalkan kami berdua. Aku yang
berada didepan mereka berdua tidak kuasa
mendengar perkataan Ikbal. Sedikit kecewa pasti dirasakan oleh Dinda karena
ucapan Ikbal tadi. Semoga saja Sahabat terbaiku ini bisa menerima keputusan
Ikbal dengan Lapang dada.
Ternyata
itu semua diluar dugaan. Aku tak menyangka bahwa Dinda benar-benar menunjukkan
rasa Cintanya itu. Beberap kali ia menytaakn cintanya, namun tetap saja Dinda
menerima tolakkan Ikbal untuk ke 16 kalinya. Hinga suatu hari dimana hari itu
adalah hari ke 17 Dinda dalam menyatakan perasaannya pada Ikbal. Sayangnya
waktu berbicara lain. Ketika waktu itu pula Ikbal menolak mentah-mentah dengan
sedikit nada yang marah memaki Dinda. Dinda menundukkan kepalanya dan
meninggalkan Ikbal dengan senyuman yang menandakan kekecewaan. Ucapan yang
Ikbal lontarkan itu benar-benar membuat kaget semua orang. Hampir semua
yang berada disekitar Ikbal juga
mendengar jawaban Ikbal yang cukup amat keras itu.
Beberapa
hari ini dinda jarang terlihat. Rasa rindu dari Ikbal mulai ada setelah
beberapa hari Ikbal dan Dinda tidak bertemu walaupun Ikbal selalu menganggap
remeh dan mengacuhkan Dinda. Ikbal rindu kata-kata cinta dari mulut Dinda
dengan wajah tenangnya itu. Ia merasa bersalah karena telah mengacuhkan Dinda.
Ikbal segera menemuiku dan menanyakan kabar Dinda. Aku spontan kaget mendengar
Ikbal menyakan kabar sahabatku itu. Aku bingung untuk menjawabnya karena
sesungguhnya dihari itu aku mendapat kabar bahwa Dinda telah tiada. Dengan
berat hati aku mengatakan berita duka itu.
“Sebelum
Dinda meninggal , dia menitipkan sepucuk surat untukmu Ikbal”, ucapku dengan
pelan kepada ikbal
“Surat?
Surat apa ? Boleh aku memintanya sekarang?”, jawab Ikbal dengan kebingungan.
Aku
memberikan surat titipan dari (alm). Dinda sahabatku. Ikbal mengambil surat itu
dengan tangan bergetar lalu ia membukanya. Ikbal membaca suart itu bersamaku.
Isi surat itu membuat hati Ikbal gemetar saat Ikbal membacanya. Hal yang sama
juga aku rasakan.
“
Ikbal, aku tahu aku akan mati. Aku tahu untuk sekian lamanya bahwa hidupku tak
akan lama lagi. Aku hanya wanita yang memendam rasa cinta selama 3 tahun berada
satu kelas denganmu sejak SMP. Aku hanya ingin mengungkapkan rasa cinta tulusku
kepadamu yang mungkin tidak mencintaiku. Meskipun aku tidak memilikimu namun
aku tahu bahwa kamu mencintaiku. Hiduplah dengan keceriaan tanpa diriku. Disini
aku melihat dan menanti senyummu lagi.”
Begitu
terpuruknya Ikbal ketika mengetahui isi hati Dinda yang sesungguhnya. Ikbal
merindukan sosok Dinda. Sayangnya Ikbal tidak sempat melihat wajah Dinda untuk
yang terakhir kalinya karena Tuhan Yang Maha Kuasa telah memanggilnya.
-THE
END-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar